Jakarta, Selasa 22 Agustus 2017–Ditengah pembekalan HPT Kes Indo di Surabaya, Prof. Dr. Ir. H. M. Budi Djatmiko, M.Si, MEI mendapat kehormatan untuk mengunjungi Istana Negara atas undangan langsung dari Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo melalui Mensesneg, Praktikno. Dimana agenda pertemuan yang berlangsung pada 23 Agustus 2017 pukul 14.30 WIB ini telah terjadi diskusi antara Ketua Umum APTISI dengan Presiden RI ini dalam membahas mengenai radikalisme di kampus Indonesia. Ketua APTISI dan Ketua FRI (Forum Rektor Indonesia), bersama-sama mendengarkan 6 (enam) poin penting yang dibahas oleh Presiden Ir. Joko Widodo, diantaranya;
- Presiden RI menghimbau kepada pimpinan Perguruan Tinggi untuk mewaspadai adanya radikaliseme dalam kampus dan mengantisipasi gejalanya;
- Presiden ingin semua perijinan di Indonesia dilaksanakan dengan sangat cepat dan akurat, termasuk di dalamnya ijin Perguruan Tinggi dan Prodi–bahkan jika perlu dengan hitungan jam;
- Presiden ingin mengubah paradigma berfikir pada Perguruan Tinggi. Dimana sejak dulu sampai sekarang Fakultas/Prodi hanya di ruang lingkup itu saja, contohnya; Fakultas Ekonomi, Hukum, dll. Mengapa tidak dibuat mengikuti tren dan kebutuhan masyarakat pada saat ini? contohnya; Fakultas/Prodi Biotek, E-commerce, E-retail dll;
- Presiden menghimbau Menristekdikti mempersiapkan perubahan paradigma tersebut dan mempercepat perijinan prodi dan pendirian Perguruan Tinggi khusunya berbasis Vokasi dan STEM;
- Presiden merasa sangat prihatin dengan adanya kekurangan tenaga Pengajar/Dosen di Indonesia;
- Presiden menggambarkan kondisi dan perubahan beberapa Negara yang patut diperhatikan dari berbagai masalah untuk dijadikan pelajaran berharga.
Maka dari 6 (enam) poin yang telah dibahas di atas, Ketua Umum APTISI menanggapi dengan adanya 18 (delapan belas) poin masukan atas pembahasan. Diantaranya;
- APTISI bersedia untuk menghilangkan radikalisme dengan tidak mendeskriditkan agama tertentu dan menjatuhkan martabat pimpinan agama, karena menurut riset telah dibuktikan bahwa ucapan yang dipercaya oleh masyrakat adalah Dosen/Guru, Ulama, serta Mahasiswa. Sedangkan lingkup politikus dan pejabat tidak dapat dipercaya masyrakat dengan mudah, karena banyak oknum koruptor yang prilakunya tidak mencerminkan antara perbuatan dan perkataannya;
- Ketua APTISI prihatin dengan kecepatan berpikir Presiden dalam menghadapi perubahan namun tidak diikuti dengan baik oleh jajaran Kementrian dan Eselon 1 dan 2-nya. Dimana dirasa sangat lambat dan kurang adaptif dengan perubahan yg diharapkan Presiden;
- Khususnya hubungan APTISI dengan Kemenristekdikti sangat baik jika dibandingkan dengan menteri-menteri sebelumnya. Namun sangat banyak permasalahan Pergurun Tinggi, khususnya PTS yang tidak bisa diselesaikan karena terbentur dengan UU dan Permen. Disamping itu, kecepatan kinerja yang kurang signifikan artinya kurang memperhatikan slogan Presiden, Kerja..Kerja.. sehingga hanya fokus di penyelesaian secara manual, padahal saat ini sudah era digital.
- Ketua Umum APTISI/HPT Kes juga meminta kepada Presiden agar peraturan di Kemenristekdikti banyak dibenahi dan diperbaiki agar bisa mengikuti perkembangan jaman sehingga tidak menghambat perkembangan arus perubahan.
- Ketua Umum APTISI juga menyoroti kinerja Eselon 1 dan 2 termasuk Kopertis yang banyak tidak memahami kondisi PTS, sedangkan yg dilayani 97% Perguruan Tinggi di Indonesia itu adalah PTS. Maka diharapkan kedepannya dipilih pejabat yang bisa memahami PTS misal dari PNS DPK. (Setelah dikritik Ketua Umum APTISI pada Kemenristek Dikti tentang kinerja kopertis pada pelantikan pengurus APTISI pusat pada Agustus 2016) Tetapi Ketua Umum APTISI melihat 1,5 Tahun terakhir kerja kopertis sangat luar biasa baiknya, tidak hanya hadir saat acara wisuda saja, tapi adanya kunjungan kerja dibuktikan melalui Kopertis Bali, Kalimantan, Palembang dimana terus mengitari antar pulau untukk memberikan pelayanan diikuti oleh Kopertis lainnya.
- Ketua Umum APTISI menyoroti pentingnya Kemenristekdikti memberikan kesempatan pada eselon 4 dan 3 utk menempuh karir hingga menjadi Direktur dan Dirjen jika perlu, dalam rangka mempercepat pelayanan seperti yg diharapkan Presiden, juga diberikan kesempatan untuk kuliah ke jenjang yang lebih tinggi. Satu hal yang harus diketehaui bahwa pejabat di Dikti itu adalah pelayan masyarakat maka pejabat bukan untuk minta dilayani.
- Ketua Umum APTISI juga menyoroti kinerja PDPT, NIDK, NIDEN, permasalahan kekurangan dosen dan lainnya yang sangat lambat, dalam konteks ini ibarat Menteri sudah berlari namun jajarannya masih slow. Sehingga banyak PR yang belum terselesaikan. Hal ini dapat dilihat dari keluhan tiap daerah.
- Ketua Umum APTISI prihatin dengan Perguruan Tinggi Kesehatan yang kurang akan Dosen S2 sehingga telah mencapai angka 20.000an, dimana khusus Kebidanan. Namun darisana tidak juga turun hasil mandat yang diusulkan HPT Kes Indo di provinsi yang kekurangan Dosen untuk melanjutkan S2.
- Ketua Umum APTISI yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Indonesia (PTS dan PTN) prihatin terhadap jumlah retaker dari Bidan dan perawat sebanyak 120.000an, yang akan menjadi pengangguran, maka harus ada jalan keluar seperti Pemda Jatim.
- Sebagai Ketua Umum HPT Kes indo (Prof. Dr. Ir. H. M Budi Djatmiko, M.Si., MEI) juga meminta kepada Presiden utk menghentikan uji kompetensi bagi mahasiswa kesehatan yg dilakukan oleh dikti dan panitia, karena menyalahi perundangan (UU Dikti 12/12) dan adanya pemungutan biaya pada mahasiswa yang cukup mahal dengan oknum organisasi tertentu yang memaksa adanya try out bagi Mahasiswa. Sehingga PT Kes seolah-olah menjadi sapi perahan.
- Ketua Umum APTISI menyoroti pentingnya pembukaan Prodi yang sangat fleksibel dengan nama Prodi disesuaikan dengan kebutuhan pasar, dengan nomenklatur yang adaptif. Sehingga kebutuhan tenaga kerja bisa dipenuhi secara cepat. Kenapa UNS bisa membuka Prodi hukum administrasi yang tidak ada dinomenklatur tetapi di PTS tidak bisa? Sedangkan D4 kebidanan Pendidik harus berubah ke D4 Kebidanan, harus menunggu lama nomenklatur, dan disarankan Tahun 2017 jangan menerima mahasiswa, terus nasib dosen kami, mahasiswa kami terlantar berjuta-juta umat ujar Budi Djatmiko.
- Ketua Umum APTISI juga menyoroti pembagian kue APBN bagi pendidikan tinggi, dari jaman SBY PTS hanya mendaptkan kurang dari 10% total anggaran Dikti, padahal jumlah PTS 4.275; sedangkan yg PTN kurang dari 200 menerima 90% lebih, tentu ini tidak adil, dan sekarang malah anggaran ristekdikti dipangkas.
- Sebenarnya PTS tidak perlu dibantu keuangan, asal pemerintah memperhatikan kuota PTN, contoh ITB hanya menerima mahasiswa kurang lebih diangka 3.500an, tetapi banyak PTN menerima mahasiswa satu angkatan bisa sampai 10.000 lebih, dengan berbagai jalur dan gelombang. Tentu ini kurang baik, sehingga PTN yg semuanya dibiaya oleh pemerintah tidak bisa konsen pada kualitas, tidak ada yang masuk 100 peringkat word class university, karena sibuk pada administrasi. Prof. Budi meminta pada Presiden, PTN konsentrasi pada kualitas internasional, world class unversity sehingga menghasilkan penelitian yg hebat, mengasilkan NOBEL, mendapatkan kejuaraan, serta adanya PATEN dan HAKI. Disisi lain PTN konsentrasi membuka Prodi-Prodi langka yg dibutuhkan Negara, bangsa dan masyarakat internasional. Mengembangkan program pascasarjana S2 dan S3.
- Ketua Umum HPT Kes juga menghimbau pada Presiden agar Perguruan Tinggi, bisa memanfaatkan tenaga kerja dari dunia industri dan usaha (praktisi) dan diakui sebagai dosen sekaligus pembagi rasio dan untuk mendirikan perijinan pada Prodi-Prodi langka.
- Ketua Umum memohon Presiden memperhatikan perijinan bagi Peguruan Tinggi yang mengajukan Prodi kedokteran, wewenang ijin ada pada Kemenristek Dikti tapi kalah sama yang memberi rekomendasi, Perguruan Tinggi yang mengajukan ijin Prodi kedokteran dan S2 kesehatan sudah berinvestasi ratusan milyar dan tiap bulan harus bayar Dosen, tapi ijin tidak kunjung keluar maka ini merupakan kesalahan yang fatal ujar Budi, Ketum HPT Kes. Khawatir ada oknum yang bermain agar Prodi kedokteran itu sedikit dan hanya bermain pada Perguruan Tinggi tertentu saja sehingga untuk kuliah di kedokteran sangat mahal bisa mencapai 1 milyar sampai selesai, dikhawatirkan saat selesai jadi dokter bisa melalukan mal praktek, karena gaji yang minim. Maka sebaiknya buka kran yang lebar seperti Prodi lain, sehingga yang menentukan dia bisa praktek atau tidak yaitu dari ujikom dan STR. Dengan begitu, setiap orang berhak belajar ilmu kedokteran karena hanya ingin mengembangkan bisnis di dunia medis atau untuk buka rumah sakit. Kedepannya diharapkan kuliah di kedokteran bisa untuk anak kurang mampu dan miskin dengan biaya terjangkau.
- Mengusulkan kepada Bapak Presiden untuk pendirian LAM dari swasta dibantu dan keluhan biaya LAM PT Kes yang mahal agar di subsidi pemerintah, karena 3 (tiga) tahun terakhir penurunan jumlah pendaftar mahasiswa di PTS, khususnya Perguruan Tinggi kesehatan.
- Ketua FRI (Forum Rektor Indone), Suyatno juga menyampaikan hasil program kerja dan siap memberikan pembekalan pada mahasiswa baru dan lama untuk menghilangkan radikalisme di Kampus.
- Majelis Rektor PTN juga melaporkan hasil program kerja dan sepakat menghapus radikalisme di kampus.
Dan Terakhir–Dewan penasehat APTISI Marzuki Alie, meminta jangan ada potongan APBN untuk Riset dan beasiswa bagi Dosen, dan Sekjen HPT Kes Gunarmi pun meminta penyelesaian secepatnya Retaker, Ujiko, D4 dan Profesi Kebidanan.
Sampai di ujung pembicaraan, Presiden menyampaikan rasa senang atas usulan dan kritik Ketua Umum APTISI yang membangun serta meminta Kemenristekdikti untuk segera memperbaiki dan memperhatikan usulan APTISI ini. Dengan adanya pertemuan penting ini, Ketua Umum APTISI mengundang secara resmi, Presiden Jokowi untuk membuka dan memberikan pembekalan acara Rempuk Nasional Pendidikan Tinggi yang dihadiri 1000 Pimpinan PTS dan Yayasan pada tanggal 28 s/d 29 November 2017 di Jakarta. Tentu dengan senang hati Presiden menerima undangan tersebut.
Dalam diskusi tersebut Presiden di dampingi oleh Mensesneg dan Menristekdikt serta Ketua umum APTISI Pusat Prof. Dr. Ir. H. M. Budi Djatmiko, M.Si, MEI, didampingi oleh :
- Dr. Marzuki Alie, S.E., M.Si., Dewan Penasehat;
- Prof. Dr. Ir. H. Suharyadi, M.S., Dewan Pertimbangan;
- Prof. Dr. E.S. Margianti, S.E., M.M., Wakil Ketua Umum;
- Prof. Dr. Ir. Eddy Yusuf, S.P., M.Si, M.Kom., Wakil Ketua Bidang Akreditasi;
- Dr. Zaharuddin, Wakil Sekretaris Jenderal;
- Dr. Gunarmi, Sekjen HPT Kes Indo;
- Prof. Suyatno Ketua FRI dan Ketua APTISI DKI bersama Romongan;
- Pro. Heri rektor IPB bersama romongan majelis Rektor PTN;
- Rektor ITB, Rektor UNS, Rektor Unhas dll.
Jakarta, 22 Agustus 2017.
Sumber: Laporan Wakil Sekjen APTISI Pusat (Zaharuddin) dan Wasekjen HPT Kes Indo (Gunarmi)
Leave a Reply