Tangerang, aptisiorid.wpengine.com – Hari ini tepat 55 tahun terjadinya peristiwa yang bernama Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI). Dikutip dari berita Harian Kompas, tragedi G30SPKI merupakan tragedi terburuk yang pernah terjadi di Indonesia.
Sejarah mencatat, setidaknya ada 6 jenderal serta satu perwira TNI Angkatan Darat menjadi korban. Adapun diantaranya adalah :
1. Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani
2. Mayor Jenderal Raden Soeprapto
3. Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono
4. Mayor Jenderal Siswondo Parman Brigadir
5. Jenderal Donald Isaac Panjaitan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo
6. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo
7. Lettu Pierre Andreas Tendean.
Ketujuh nama ini merupakan nama-nama korban yang gugur dalam peristiwa berdarah itu. Mereka semua dibunuh lalu dimasukkan kedalam sumur Lubang Buaya. Dikutip dari wikipedia, Lubang Buaya adalah sebuah tempat di kawasan Pondok Gede, Jakarta yang menjadi tempat pembuangan para korban Gerakan 30 September pada 30 September 1965. Secara spesifik, sumur Lubang Buaya terletak di Kelurahan Lubang Buaya di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
AWAL MULA KEJADIAN
Dirangkum dari Harian Kompas pada hari yang sama mengenai kronologi kejadian.
Banyak orang yang tidak mengetahui, bahwa pada detik-detik pergulingan antara tanggal 30 September ke tanggal 1 Oktober telah terjadi suatu peristiwa yang cukup menyedihkan di Jakarta. Mereka menamakan dirinya Gerakan 30 September, telah melakukan penculikan secara paksa terhadap beberapa perwira tinggi Angkatan Darat.
Selain itu upaya penculikan Menko Hankam Kasab, yaitu Jenderal A.H. Nasution tidak berhasil, tetapi ajudannya Lettu Pierre Tendean harus menjadi korban karena berpura-pura mengaku menjadi A.H. Nasution. Kantor berita Radio Republik Indonesia (RRI) dikuasai mereka. Suatu hal yang membingungkan adalah adanya siaran Gerakan 30 September melalui studio RRI.
Disebutkan mereka mengenakan baret dan sapu tangan hijau di sekeliling leher. Kemudian melakukan siaran gelap dan menyatakan membentuk Dewan Revolusi Indonesia. Kabinet Dwikora yang dibentuk Bung Karno dinyatakan demisioner oleh mereka.
Selain itu semua pangkat ketentaraan di atas Letkol dinyatakan tidak ada lagi. Mereka beralasan hendak menyelamatkan Republik Indonesia dari apa yang mereka sebut Dewan Jenderal. Menurut mereka Dewan Jenderal merupakan gerakan subversif dan disponsori oleh CIA dan bermaksud menggulingkan pemerintahan Soekarno.
Beberapa media massa yang mendukung Gerakan 30 September antara lain Harian Rakjat, Kebudajaan Baru, Gelora Indonesia, dan Warta Bhakti. Namun RRI yang dikuasai oleh mereka hanya bertahan kurang dari sehari, karena sekitar jam 7 sore pasukan RPKAD (Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat) mengambil alih RRI.
Beberapa tertangkap namun ada juga yang kabur. Lalu pukul 21.00 tanggal 1 Oktober RRI Jakarta sudah mulai mengumandangkan lagi suara resmi pemerintahan RI. Sepenuhnya ibukota di tangan ABRI dan orang-orang dalam kelompok G30S menjadi buronan.
PERAN PENTING DIBALIK PERISTIWA G30SPKI
Semua korban Gerakan 30 september ditemukan berkat peranan orang-orang penting dibaliknya. Salah satunya adalah peran Sukitman yang merupakan anggota kepolisian yang pada tanggal 1 Oktober 1965 sempat dibawa secara paksa ke Lubang Buaya, namun akhirnya berhasil meloloskan diri. Semua korban akhirnya dapat ditemukan seluruhnya pada tanggal 4 Oktober 1965.
Para jenazah ditemukan di lokasi RPKAD (Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat) di Kawasan Hutan Karet Lubang Buaya, Jakarta Timur. Jenazah ditemukan di kedalaman kurang lebih 12 meter. Dari luar lubang tersebut nampak ditimbuni sampah kain, daun kering dan batang pisang.
Proses evakuasi dan pengangkatan jenazah dimulai pada tanggal 3 Oktober 1965. Namun karena kendala teknis, semua jenazah baru seluruhnya diangkat pada tanggal 4 Oktober 1965. Seluruh korban dianugerahi sebagai Pahlawan Revolusi.
Bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Bersenjata yang ke-20 (05/10/1965), ketujuh korban akhirnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Dikutip dari halaman serambinews.com (29/09/2020) Pemberangkatan jenazah-jenazah tersebut didahului oleh kurang lebih 30 truk yang berisi satuan-satuan RPKAD. Pemakaman juga dihadiri oleh puluhan ribu warga Kota Jakarta, baik dari kalangan sipil maupun militer. Mereka hadir untuk memberikan penghormatan yang terakhir bagi para pahlawan revolusi tersebut.
Dengan adanya peringatan hari ini dapat membuktikan bahwa sejarah itu ada dan akan selalu menjadi kenangan bagi semua orang. Semoga semua korban yang gugur, semua amal dan ibadahnya diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Leave a Reply