Masuknya Perguruan Tinggi Asing, Pro atau Kontra?

aptisiorid.wpengine.com, Tangerang – Menurut Kemenristekdikti, M. Nasir berkata, akan ada 5 sampai 10 Perguruan Tinggi Asing yang akan dibuka di Indonesia. Antara lain, University of Cambridge, Melbourne University, Quesland University hingga sejumlah kampus di Timur Tengah menyatakan ketertarikannya. Dengan syarat, dapat bekerja sama dengan kampus swasta yang ada didalam Negeri. Pemerintah telah menentukan program studi prioritas, diantaranya, sains, teknologi, keinsinyuran, matematika, bisnis dan manajemen.

Pemerintah melalui Kemenristekdikti memberi ijin bagi sejumlah Perguruan Tinggi Asing membuka perwakilan di Indonesia.

“Intinya ada kolaborasi dengan perguruan tinggi kita dan ditargetkan bisa beroperasi pada pertengahan tahun ini,” ucapnya, pada Selasa (30/01/2018).

Berhubungan dengan hal tersebut, Ketua APTISI (Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia) Budi Djatmiko,  melalui sambungan telepon genggamnya mengatakan, dengan tegas menolak rencana Kemenristekdikti, karena dirasakan dapat mengancam dan membunuh keberadaan lembaga pendidikan tinggi yang sudah ada di Indonesia. Selama ini, Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi  setiap tahunnya mencapai 30,1 persen, termasuk kedalam taraf rendah, artinya, masyarakat tidak mampu membelanjakan uangnya untuk pendidikan tinggi. Rendahnya APK, bukan karena kualitas di perguruan tinggi semata, tetapi dikarenakan masyarakat menganggap perguruan tinggi itu, kebutuhan sekunder bukan kebutuhan primer.

“Perguruan tinggi kecil akan menjadi korban, karena akan kehilangan pasar (mahasiswa),  seharusnya pemerintah fokus pada pembenahan kualitas Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan memperbanyak riset. Rencana, APTISI akan membuat mosi tidak percaya kepada pemerintah yang akan diadakan di Universitas Tarumanegara,” jelas Budi.

Sementara itu, Ketua Kopertis Wilayah III, Illah Sailah melalui pesan singkatnya mengatakan, setuju kalau lembaga asing beroperasi di Indonesia, kita sudah terbuka sejak penandatanganan berbagai ratifikasi dan kesepakatan, tetapi ada keterbatasannya.

“Sehingga, Kementerian harus punya aturan yang jelas dari hasil kajian yang akuntabel, harus ada Peraturan Menteri dulu bila perlu PerPres, tetapi UU 12 tahun 2012 mengamanahkan  Menteri membuat PerMen untuk lembaga asing beroperasi di Indonesia,” jelasnya.

Ketika ditanya, apakah rencana Kemenristekdikti dapat dilaksanakan, Illah mengatakan Kopertis Wilayah III selama ini, tidak pernah diundang untuk memperbincangkan rencana tersebut. 

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*